Papua – Komitmen untuk terus meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua melalui pendekatan humanis kembali ditegaskan dalam acara dialog interaktif bertajuk “Mari Torang Dukung Pendidikan dan Kesehatan Bersama Operasi Rastra Samara Kasih (Rasaka) Cartenz 2025.” Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber penting, di antaranya Kombes Pol dr. Bambang Pitoyo Nugroho, Sp.S., M.H. (WakaOps Rasaka Cartenz 2025 Polda Papua), Abner Krey (Akademisi Papua), dan Max Johan Dwemanser (Tokoh Masyarakat Papua), dengan dipandu oleh Ricardo Kaisiri sebagai pembawa acara, Rabu (28/05/2025).
Operasi Rasaka Cartenz 2025 merupakan inisiatif terpadu yang mengusung tiga program utama, yakni: Program Si Ipar (Polisi Pi Ajar), Program Keladi Sagu (Kesehatan Lambang Diri Sehat Guna), dan Program Koteka (Komunikasi Tokoh Elit Kamtibmas). Ketiganya menyasar peningkatan kesehatan, pendidikan, serta peran tokoh intelektual Papua.
Dalam pernyataannya, Kombes Bambang Pitoyo Nugroho menjelaskan bahwa Operasi Rasaka Cartenz adalah refleksi nyata kehadiran negara yang lebih lembut dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
“Melalui Program Si Ipar, kami hadirkan pendidikan langsung ke kampung-kampung; dengan Keladi Sagu, kami membawa layanan kesehatan menyentuh titik-titik terpencil; dan lewat Koteka, kami ajak tokoh masyarakat berpikir dan bertindak bersama untuk Papua. Semua ini demi satu tujuan: meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua dalam cara yang manusiawi dan bermartabat,” tegasnya.
Kombes Bambang juga menekankan bahwa Program Keladi Sagu (Kesehatan Lambang Diri Sehat Guna) bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan kebersihan di Papua.
“Melalui Program Keladi Sagu, kami melakukan edukasi kesehatan, pelayanan pengobatan gratis, serta sosialisasi pola hidup bersih dan sehat. Kami berharap program ini dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas medis,” jelasnya.
Sebagai seorang akademisi, Abner Krey menekankan pentingnya pendidikan dalam menciptakan Papua yang lebih mandiri. Menurutnya, Program Si Ipar yang dijalankan melalui Rasaka Cartenz menjawab kebutuhan mendasar dalam bidang pendidikan.
“Program Si Ipar bukan sekadar mengajar baca tulis, tapi membangun fondasi berpikir generasi muda Papua. Akses yang selama ini terbatas kini mulai terbuka. Kami juga perlu kurikulum yang kontekstual dengan kearifan lokal agar lebih relevan dan mengakar,” ujar Abner.
Ia berharap bahwa dukungan masyarakat terhadap pendidikan akan terus tumbuh dan menjadikan pendidikan sebagai kekuatan perubahan sosial yang positif.
Sementara itu, Max Johan Dwemanser, sebagai tokoh masyarakat Papua, menyambut baik Program Koteka yang menempatkan tokoh intelektual lokal sebagai motor penggerak pembangunan sosial.
“Program Koteka memberi ruang pada tokoh masyarakat untuk memimpin, membimbing, dan menginspirasi. Orang Papua harus lihat bahwa perubahan bisa datang dari mereka sendiri. Itulah kenapa kami dorong partisipasi tokoh kampung dalam dialog dan pengambilan keputusan,” ungkap Max Johan.
Ia menekankan bahwa pemberdayaan tokoh-tokoh lokal harus menjadi bagian utama dari strategi pembangunan berkelanjutan di Papua.
Dengan pendekatan yang terukur dan program-program spesifik seperti Si Ipar, Keladi Sagu, dan Koteka, Operasi Rasaka Cartenz 2025 tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga langkah strategis jangka panjang dalam pembangunan berbasis masyarakat.
“Mari torang dukung sama-sama, karena Papua yang sehat, cerdas, dan berdaya itu tanggung jawab kita semua,” pungkas Ricardo Kaisiri menutup dialog dengan penuh semangat.(rd)